29 Juni 2015
Hari pertama workshop GASING (Matematika)
Aku menangis semakin dalam. Aku
bersedih karena apa.
Karena aku tak bisa menerbitkan
tulisan ku. Bukan? Lalu karena apa?
Apakah karena aku tidak bisa
berpacaran? Karena waktu ku habis.
Seseungguhnya apakah betul waktu
selalu habis. Bukankah yang habis itu ialah pengurangan lima kurang lima
hasilnya habis.
Itu juga pelajaran yang aku dapat
dari workshop tentang mempelajari matematika ada taktik nya. Melalui GASING
(Gampang, Asyik dan Menyenangkan).
Aku sedang tidak ingin membicarakan
matematika. Karena aku sudah terlambat untuk menjadikan matematika ialah
pelajaran kesukaan dan bukan menjadikannya musuh.
Aku benci berhitung. Aku benci harus
menghitung jumlah rasa rindu yang harus aku tahan-tahan supaya tidak terlihat
kecentilan.
Ada satu pertanyaan yang dilontarkan
dari bibir si pembicara tadi
“ Pekerjaan apa yang dapat kita
lakukan tanpa harus menghitung? Dengan kata lain pekerjaan yang tanpa
memerlukan matematika. Adakah ?”
Tidak ada, kami sepakat menjawabnya.
Tapi
Ada satu ibu yang menjawab tidur.
tidur tak membutuhkan matematika.
Emmm... nampaknya ibu ini benar.
Kami pun berbisik.
“ tunggu dulu ibu-bapak, kata sapa
tidur tidak perlu matematika. Dalam mimpi kita bukankah kita sering menghitung
berapa jumlah anak domba? Satu...dua...tiga...empat...limaa. lalu tiba-tiba
kita terbangun karena mendengar bunyi ayam jago berkokok tiga kali.
Aku rasa tidak ada pekerjaan di
dunia ini tidak membutuhkan matematika.
Aku sedang menulis untuk segera
dikirimkan ke sebuah artikel yang dibaca oleh sejuta umat manusia pecinta media
sosial. Apakah aku bisa?
Untuk mencapai sebuah tujuan yang
ingin diraih sebagai goal ku?
Ish...
Yang menarik selain pertanyaan si
speaker yang tadi. Di sela-sela break kami. Ia juga memunculkan video yang
bagus sekali menurut ku. Inti dari video tersebut adalah.
Dalam mempelajari sesuatu yang baru.
Awalnya kita kesulitan bahkan ruang-sadar kita menolaknya karena kita
berasosiasi susah dan kita tidak bisa.
“aah da aku mah apa atuh, gak gerti
diajarin juga b-o-d-o. Dan kenyataannya kita akan terus b-o-d-o tanpa mengubah
masa depan kita.
Dalam video tersebut diceritakan ada
dua seorang pencinta alam yang hendak mendaki puncak gunung. Awalnya aku pikir
dua pendaki ini akan melewati tebing (jurang sih tepatnya) satu dengan tebing
yang lain dengan menyebrang menggunakan seutas tali. Dan apa yang terjadi.
Pendaki ini terus menyebrang dengan
berani bahwa ia mampu menyelesaikannya sampai ujung tali tsb. Singkat cerita,
pendaki berhasil menyebrang dengan tali dari tebing satu ke tebing yang lain.
Oh sudah selesai. Itu aja. Belum selesai e dodoe.
Yang aku kagumnya, pendaki ini
melakukan penyebrangan kemudian ia hendak membuat papan penyebrangan, untuk
para pendaki lain yang ingin menyebrang tanpa harus mempertaruhkan nyawanya
dengan tali saja. Dua pendaki ini berhasil membuat jalan penyebrangan yang
menghubungkan tebing satu ke tebing lainnya.
OWSOME!
Dalam hati ku memuji berani sekali
mereka, hebat, keren!
Apakah ada yang seberani mereka?
Mengalami kesulitan tanpa ragu.
Atau kita ingin hidup dalam comfort
zone kita dan kita tidak mengubah apapun.
Jawab sendiri ya...
Sebagai bahan refleksi bersama...
(tanpa maksud menggurui eh)
30 Juni 2015
Hari kedua Workshop mempelajari tentang SAINS
point-point ya yang dapat diambil dari mapel ini adalah, pelajaran IPA ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. MTK, IPA sebenarnya mapel sepaket yang ditakuti sejumlah anak yang IQ ya biasa aja. Karena mata pelajaran ini tidak lagi menggunakan perasaan yang dominan, tetapi kemampuan atau kecermatan dalam berpikir (logika) harus bergerak cepat. secepat anak cowok mau nembak target inceran ya supaya gak keduluan lawannya. eaa fokus :D
Dalam catatan ku, pada prinsipnya belajar IPA bukanlah tentang kemampuan mengingat atau mengapal rumus-rumus. itu mah JADUL bangeud.
kini kemampuan mengingat atau mengapal
adalah hal terakhir yang dapat dilakukan seorang anak untuk mempelajari IPA,
lalu prinsip terutamanya kata si speaker adalah
" Science process skill"
artinyaaaaa, belajar IPA itu hal yang
paling dominan ialah mengamati, atau observasi. Jadi biarkan si anak kalau di
rumah ketemu si Kecoa jangan biarkan orang-tua melarang meski bau, tapi biarkan
dulu saja anak kita mengamati dulu binatang temuannya. lalu peran orang tua
sebagai pembimbing mengarahkan laah....
Setelah mengamati ada lagi step selanjutnya.... aku mencatat yang bagian penting-pentingnya.
tapi di pelajaran SAINS ini titik
kritisnya adalah bukanlah anak pintar mengapal tanpa mengerti prosesnya
bagaimana bisa begini, bagaimana bisa begitu. salah satu contoh bagaimana balon
tiup yang biasa kita gunakan di pesta ulang-tahun anak dapat dimasukan kedalam
gelas aqua yang kecil. lalu masih banyak lagi eksperimen yang dilakukan oleh
speaker yang ditunjukan kepada kami. dan aku baru pertama kali menyaksikannya.
dan satu hal lagi yang ku kagumi.
Ilmu pengetahuan tidak dapat
dipisahkan dengan rasio. menurut pandangan aku loh.
salah satu contoh untuk kemampuan
mengukur yang merupakan step berikut untuk belajar IPA. bagaimana manusia
mengukur sampai kedalaman paling dalam lapisan kulit manusia dan yang terjauh
sampai diatas langit masih bisa diukur oleh manusia. Jika kita bisa lihat video
ya bisa merinding.
Letak kagumnya dimana? Kalau begitu
dimana letak Sang pencipta itu tinggal?
Ada dua hal mengapa kadang seorang
ilmuwan atau scientist bisa menganut atheis atau sebaliknya semakin rendah hati
karena menyadari siapa kita dihadapan sang pencipta.
apa lagi yang menarik dari SAINS? selain kemampuan berpikirnya yang dominan. Kemampuan deskriptif sangat penting. mengapa dikatakan penting? karena anak dilatih bagaimana mengungkapkan apa yang ia alami dan rasakan lewat mendeskripsikan yang berkaitan tentang materi tentu.
seperti yang aku lakukan sekarang, setelah dua hari ikut workshop aku mengerti banyak hal. aku menyadari semakin aku perlu banyak belajar karena sesungguhnya aku tidak tahu apa-apa. ini salah satu qoute juga.
bagi ku mungkin agak terlambat untuk
mencintai kedua pelajaran ini matematika dan IPA (biologi, kimia, fisika) tapi
pepatah mengatakan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
saya disini sebagai salah satu
pendidik yang akan mengajarkan anak-anak didik saya untuk mencintai matematika
dan sains, mengubah paradigma orang tempo doloe bahwa matematika susah, apalagi
IPA. Pokoknya susah bangeud. tapi dua hari ini aku belajar untuk mempercayai.
bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak bisa kita lakukan dengan kemauan, kerja
keras dan disiplin. aku juga percaya saat Prof Yohanes Surya (nama beken Prof.
Yo) menyakinkan bahwa matematika tidak lah menakutkan dan kita orang-orang
Indonesia tidak bisa bersaing dengan orang-orang luar negri kepada masyarakat
khususnya pemerintah tidaklah mudah. banyak yang mencibir Prof Yo banyak yang
tidak menduga bahwa anak-anak daerah bisa. asal ada metodenya, ada strateginya,
ada taktik. Nah dengan Gasing lah kita bisa mempelajari titik tersulit dengan
mengerti titik kritisnya tentu. Kalau bisa lanjut ke step berikut, kalau gak
gerti mundur lagi. Oke caps!
aku bukanlah seorang yang pintar
mengutarakan banyak terimakasih untuk TIM dari @suryainstitute
untuk speaker yang datang ke SEKOLAH
IMAN Bapak. Boni Panggabean yang sampai sekarang aku tak tahu asal nya dari
mana, tapi aku sangat menikmati dua hari workshop bersama beliau. Sangat fun
dan kelas kami hidup (maaf pak kalau aku suka nguap yawn :/)
akhir kata Tuhan menciptakan kita manusia dengan kemampuan berpikir. kemampuan berpikir harus disertai Ilmu pengetahuan dan Agama tanpa keduanya mereka tidak dapat berjalan seiring.
Selamat menunaikan ibadah puasa.
#edisiramadhan #semogaberkah
Ps: no edit, no baca ulang soalnya warnetnya berisik. hihi
0 comments:
Posting Komentar