Jumat, 04 September 2015

when september is not usually 'ceria'

hari ke empat di bulan September 2015, seperti biasa day by day kegiataan ku disibukkan dengan sekolah dan anak-anak. dunia ku mereka. bukan semata karena aku menyukai anak-anak melainkan karena aku ingin menciptakan kebahagiaan ku dengan dekat yang aku suka. #kids
hari ini sedikit berbeda, sepulang dari sekolah sore aku melihat keadaan omah ku dalam keadaan drop lagi. aku tahu karena penyakit tua ya yang membuat omah tak ada lagi tenaga untuk hidup. tak ada lagi semangat untuk menjalani hidup yang menyakitkan. karena bagi omah sisa hari ya ialah kesusahan. omah selama ini menghabiskan masa tua ya dengan menggunakan kursi roda, selebihnya omah hanya menunggu kapan waktunya Tuhan mau jemput.
yang ku lihat hari ini adalah perasaan kehilangan? siapkah anak-anak omah menghadapi rasa kehilangan itu? aku berpikir. bukankah setiap orang akan mengalami apa yang disebut kematian? saat kita tak lagi tahu kapan waktu nya Tuhan panggil? who knows? sama halnya dengan omah, keluarga sudah pasrah karena dengan keadaan oma yg lemas, suka berkata 'capek' membuat kita dari pihak keluarga juga pilu. kita keluarga anak-anak omah hanya bisa pasrah, melakukan yang terbaik di saat-saat terakhir omah. ada satu anak perempuan oma yang begitu berbakti kepada mamanya. aku selaku yang menemani dirumah , menjadi saksi betapa sabarnya anak omah yang satu ini menghadapi Mamanya yang pikun, galak, berat, sakit. bukan hal mudah mengurus orang tua lanjut usia, ingatannya sudah lemah, kelakuan persis anak kecil, yang keinginannya harus dituruti. harus.
bicara tentang kehilangan, aku juga pernah merasakan rasa sakit, saat kehilangan butuh waktu. apa sebelumnya aku pernah berbicara ttg kehilangan.
Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak #Integritas

dalam salah satu novel yang aku baca, kehilangan seorang sahabat (Pria) yang dari kecil sudah bersama dan hingga hampir seperempat abad masih tetap bersama. adakah rasa lain yang tiba-tiba dominan selain rasa sayang? ada rasa cinta? Ia. rasa cinta yang tak pernah aku alami. selalu apik ditulis oleh penulis, mendeskripsikan perasaan cinta identik dengan kehilangan.
Aku sendiri pernah merasakan kehilangan seorang sahabat perempuan yang aku kasihi karena kesukaan dan kegemaran kita yang menghiasi hari-hari kita membuat kita dekat satu sama lain, bercerita apapun dan berhaha-hihi bersama tanpa ada rasa sungkaan. kini semua menguap menjadi beku sedingin bongkahan salju di kutub utara. pernah saat aku berjalan hendak menatap mata dengan mata, muka dengan muka, kami berdua sama-sama memalingkan mata dan membiarkan mata kami tidak bertemu pada satu titik. bagi ku itu sangat menyakitkan. betapa kita erat persahabatannya, kini yang tersisa hanya secuil foto centil dan narsis kita, dan semua kenangan manis di benak ku.
entah harus berapa lama lagi kah aku harus berdiam diri untuk tidak cerewet di depannya atau justru sebaliknya? haruskah aku terlihat pendiam seolah aku cuek. aku mana bisa

sama demikian dengan aku harus menahan rasa haru jika sedang menonton film sedih, aku mana bisa tahan semua perasaan. karena dengan menangis aku bisa berekspresi. aku membaca novel bisa nangis, nonton film bisa nangis, nonton cuplikan short movie juga bisa nangis, apalagi jika aku harus kehilangan? apa yang bisa membuat ku kehilangan? saat aku tak lagi bersama mereka yang aku kasihi? orang yang kukasihi? sahabat? teman? pacar? atau keluarga?
boleh aku bertanya satu hal? dan beberapa hal lainnya?
adakah hal lain yang paling menyakitkan selain kehilangan.

seorang Gubernur akan merasa kehilangan, saat jabatan struktural ya harus dicopot karena rakyat sendiri tidak dapat memilih untuk periode kedua karena kurang suara.

Mulai ngantuk, dan mulai kehilangan kesadaran

0 comments:

Posting Komentar